Senin, 21 April 2008
Berinteraksi Dengan Al Quran
Sesungguhnya tiada nikmat yang paling berharga dalam kehidupan ini selain nikmat keimanan. Dan sesungguhnya nilai takwa merupakan buah dan natijah dari keimanan. Untuk itu, marilah kita hiasi perjalanan hidup ini dengan indahnya nilai-nilai ketakwaan. Kemuliaan seseorang diukur dari sifat taqwanya, dan ketaqwaan itulah sesungguhnya yang dapat me- mengangkat martabat insan ke arah kemuliaan dan kecemerlangan.
Orang yang bertakwa tak pernah terpisah hidupnya dari Al-Quran. Lidahnya senantiasa basah dengan bacaan ayat-ayat suci Al-Quran. Hati- nya bergetar ketika menghayati dan merenungkan ungkapan ayat-ayat suci Al-Quran. Dia berfikir dan menerjemahkan cetusan pemikiran berlandas- kan ajaran Al-Quran, sehingga ilmunya, hasil pemikirannya memancarkan manfaat dan kebaikan kepada orang lain.
Adapun permasalahannya adalah bagaimanakah kita berinteraksi atau bermuamalah dengan kitab yang menjadi pusaka yang diwarisi oleh Nabi Muhammad saw. ini. Apakah kitab petunjuk ini hanya dijadikan sebagai sekedar hiasan. Jika demikian kita akan ditamsilkan seperti unta yang mati kehausan di padang pasir, sedangkan ada air yang terpikul di belakangnya. Samalah seperti yang pernah diumpamakan oleh Hasan Al-Banna bahwa orang Islam yang tidak menghayati dan mengamalkan ajaran Al-Quran, seperti orang yang membawa lampu suluh di malam hari tetapi dia tidak pandai untuk menggunakannya.
Ada enam cara untuk berinteraksi dengan Al-Quran, yang disingkat dengan sebutan 6 T, yaitu: tilawah (membaca), tadabbur (memahami), tahfidz (menghafal), tanfidz (mengamalkan), ta’lim wa ta’allum (mengajar dan belajar), dan tahkim (menjadikan pedoman dan sumber hukum).
1. Tilawah (membaca)
Cara pertama untuk berintraksi dengan Al-Quran ialah dengan memba- canya setiap hari. Dengan membaca Al-Quran selain akan mendapatkan pahala yang sangat banyak, juga hati akan menjadi tenang dan tentram. Orang yang suka membaca Al-Quran akan mendapat rahmat dari Allah swt. sehingga hidupnya akan terbimbing oleh cahaya keimanan yang dapat membedakan antara yang halal dan haram, serta menunjukkan jalan kebe- naran yang membawa keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhi- rat. Bahkan, pada hari kiamat nanti Al-Quran akan memberikan syafaat bagi orang-orang yang suka membacanya, sebagaimana hadits nabi Mu- hammad saw. ”Bacalah Al-Quran, karena ia akan datang di hari kiamat menjadi penolong bagi orang yang membacanya” (H.R. Muslim)
2. Tadabbur (memahami / mengkaji makna Al-Quran)
Setelah kita dapat membiasakan diri untuk selalu tilawah Al-Quran, maka hendakya kita juga bersungguh-sungguh dalam mentadabburi setiap ayat yang terdapat di dalamnya, karena ada sebagian dari ummat Islam yang hanya sekedar memburu pahala membacanya saja, tanpa mengetahui makna yang terkandung di dalamnya, sehingga terkadang perbuatan mere- ka sehari-hari tidak sesuai dengan petunjuk Al-Quran.
3. Tahfidz
Al-Quran adalah kitab suci yang ayat-ayatnya mudah untuk dihafalkan dan diingat oleh manusia (Q.S. Al Qomar : 17). Setiap individu muslim hendaknya berusaha untuk menghafalkan Al-Quran menurut kemampuan- nya. Dengan menghafal Al-Quran, selain bernilai ibadah, maka akan me- nambah kecintaan kita kepada Al-Quran, serta akan dimuliakan oleh Allah swt. di dunia dan di akhirat. Dari Aisyah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Seseorang yang ahli didalam Al-Quran akan berada dikalangan malaikat-malaikat pencatat yang mulia dan lurus, dan seseorang yang tidak lancar (tersendat-sendat) didalam membaca Al-Quran sedang ia bersusah payah mempelajarinya, akan mendapat ganjaran dua kali lipat." (H.R. Bu- khari, Nasai,Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
4. Tanfidz (mengamalkan Al-Quran)
Hal yang amat penting yang menjadi kewajiban kita terhadap Al-Quran ialah dengan mengamalkan ajaran dan nilai-nilai Al-Quran dalam menjala- ni kehidupan. Hukum-hukum yang diajarkan oleh Al-Quran adalah: kewa- jiban shalat lima waktu, berzakat, puasa, haji, berakhlak mulia seperti jujur, amanah, menepati janji, tidak berprasangka dan menyalahgunakan nikmat lidah untuk mengumpat, menghina atau memfitnah. Semua ini merupakan ajaran Al-Quran yang dengan mengamalkannya niscaya insan akan selamat di dunia dan di akhirat.
5. Ta’lim wa Ta’allum (mengajar dan belajar Al-Quran)
Setiap kita hendaklah menjadikan Al-Quran sebagai sahabat karib, teman berinteraksi dan guru petunjuk dalam mengarungi kehidupan. Bagi yang belum mampu membaca ayat-ayat suci maka mereka perlulah memu- lai mempelajari bacaan dan peraturan-peraturan bacaannya sehingga me- nguasainya dengan baik. Dalam berapapun usia kita, Al-Quran wajib untuk dipelajari baik bacaan maupun ajarannya. Sesungguhnya tiada bata- san usia untuk seseorang itu belajar dan mempelajari Al-Quran. Kita tidak perlu malu untuk belajar membaca Al-Quran dalam usia yang telah lanjut, karena yang penting kita perlu mampu membaca Al-Quran ini sebelum kita semua bertemu dengan Allah swt. Bahkan orang yang mau belajar dan mengajarkan Al-Quran sangat dimuliakan oleh Allah swt. Nabi Muham- mad saw. bersabda : ”Sebaik-baik kamu ialah orang yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya”. (H.R. Bukhari)
6. Tahkim (menjadikan pedoman/sumber hukum)
Al-Quran merupakan petunjuk (hudan) bagi seluruh umat manusia , ia merupakan sumber hukum atau Undang-undang yang harus ditaati dan dipatuhi, ia juga merupakan pedoman hidup yang menuntun manusia ke jalan yang benar dan lurus. Seluruh peri kehidupan kita haruslah bersan- dar pada Al-Quran. Dalam bidang ekonomi, bersandarlah dengan Al-Quran, seperti : menunaikan zakat, menjauhi perniagaan berasaskan riba, tidak boros, tidak menipu dan menanamkan nilai kasih sayang dalam uru- san niaga kita . Dalam bidang sosialpun kita haruslah bersandar pada Al-Quran, seperti: cinta kedamaian, berkerjasama, bertoleransi, menghormati hak tetangga, tidak mementingkan diri sendiri, tidak merampas hak orang lain dan tidak menganiaya atau menzalimi orang lain.
Demikianlah enam cara berinteraksi dengan Al-Quran, semoga dapat kita amalkan dalam kehidupan. Di bawah naungan Al-Quran, niscaya kita dapat meraih kedamaian, kesejahteraan dan ketenangan.
Kamis, 28 Juni 2007
PERKATAAN YANG BENAR
Artinya: Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. (Q.S. Al Ahzab : 70)
Diantara nikmat yang Allah swt. berikan kepada manusia ialah lidah, yang dengannya kita dapat berbicara (berkomunikasi) dengan orang lain. Dari lidah itu dapat keluar perkataan yang baik dan bermanfaat, namun dapat pula keluar kata-kata yang keji, kotor dan tidak bermanfaat. Oleh karena itu kita harus selalu berhati-hati dalam berbicara, jangan asal diucapkan, tetapi hendaknya dipikirkan terlebih dahulu baik atau buruknya, dengan siapa kita berbicara, dan adakah manfaat dari yang kita ucapkan.
Ada dua buah perintah Allah swt. kepada orang-orang yang beriman di dalam surat Al Ahzab ayat 70 di atas, yaitu pertama perintah untuk ber- takwa kepada Allah swt. dan kedua perintah untuk berkata dengan perkataan yang benar. Bertakwa kepada Allah swt. artinya kita menjalankan segala perintah Allah swt.dan menjauhkan segala larangan-Nya.
Bertakwa kepada Allah swt. hendaknya jangan hanya di masjid saja, namun takwa haruslah dilaksanakan dimanapun dan kapanpun kita berada. Di kantor kita takwa, dipasar kita takwa, di sekolah kita takwa, bahkan di jalan dan di kendaraan- pun kita bertakwa. Kemudian sebagai aplikasi takwa tersebut, kita gunakan perkataan yang benar dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Untuk dapat berbicara dengan benar, maka kuncinya ialah hati kita harus bersih. Bersih dari berbagai penyakit hati, seperti dusta, dendam, hasud dan dengki. Serta hati kita senantiasa diisi dengan zikrullah (menyebut dan mengingat asma Allah). Mari sejenak kita perhatikan teori teko. Apabila isi teko tersebut ialah air kopi yang berwarna hitam, maka dapat dipastikan air yang keluar dari mulut teko itu air yang berwarna hitam pula. Begitu pula jika isi teko ialah air susu yang putih, maka akan keluar pula dari mulut teko itu air yang berwarna putih.
Sama halnya dengan manusia, jika hatinya sudah bersih, niscaya akan keluar dari mulutnya perkataan yang menyejukan hati, perkataaan yang benar, bijak dan sarat akan nilai-nilai moral, hikmah dan falsafah kehidupan. Namun, jika hati manusia itu kotor dan berisi berbagai macam penyakit, maka niscaya akan keluar dari mulutnya perkataan yang menyakitkan hati, perkataan yang keji, mengandung kedustaan, fitnah, bahkan kental dengan kemunafikan dan kefasikan.
Ciri-ciri perkataan yang benar
Adapun beberapa ciri dari perkataan yang benar adalah sebagai berikut:
1. Perkataan yang mengandung manfaat
Allah swt. sangat menyukai orang-orang beriman yang selalu menjaga kesucian hati dan jiwanya. Karena jika hati dan jiwa seseorang selalu terjaga kebersihan dan kesuciannya, maka ia akan selalu menggunakan nikmat lis- an/lidahnya untuk berbicara dengan benar. Dan termasuk kelompok orang mu’min yang beruntung ialah mereka yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna (Q.S. Al Mu’minun : 3)
Perkataan yang mengandung manfaat ialah perkataan yang mengandung unsur tausiyah (nasihat), yang mengajak orang lain kepada kebenaran (al haq) dan kepada kesabaran (ash-shabr) (Q.S. Al’ Ashr: 3), serta perkataan yang
bersumber kepada fakta dan realita, bukan yang berdasar kepada zhonn (pra- sangka) yang buruk dan tidak benar. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda yang artinya “Barangsiapa yang beriman kepada Allah swt. dan hari Akhir hendaklah ia berkata yang baik, atau diam”(H.R. Bukhari Muslim). Hadits ini mengajarkan kepada kita bahwa diam itu lebih baik daripada kita berbicara yang tidak benar dan tidak bermanfaat. Oleh karenanya berbahagia lah mereka yang terpelihara lisannya dari perkataan yang keji, serta selalu menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia.
2. Perkataan yang tidak menyakiti hati orang lain
Islam ialah agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk selalu meng- hargai dan menghormati orang lain. Sesungguhnya orang-orang beriman itu adalah bersaudara (Q.S. Al Hujurat: 10). Bentuk persaudaraan dalam islam itu diwujudkan dengan saling mencintai, mengasihi, membantu dan meng- hargai hak-hak dan privasi orang lain. Serta tidak menghina, mencela dan merendahkan, serta membuka aib sesama muslim. Orang muslim yang baik ialah mereka yang dapat menjaga keselamatan muslim lainnya dari perbuatan lidah dan tangannya. Maksudnya ia berusaha agar ucapan atau perkataannya tidak menyakiti hati orang lain yang mendengarnya, serta tangannya tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan orang lain.
Kepada siapapun hendaknya kita tidak mengeluarkan perkataan yang da- pat menyakitkan hati atau perasaannya. Apalagi terhadap kedua orangtua kita yang telah merawat, mengasuh dan mendidik kita dengan penuh rasa cinta, kasih dan sayang serta dengan segala pengorbanan yang tulus ikhlas dengan harapan kelak anak-anaknya dapat menjadi manusia yang berbakti dan tahu berbalas budi . Maka terhadap mereka Alquran memberikan pedoman yang jelas, bagaimana cara kita memperlakukan kedua orangtua, yaitu: “Dan Tuhanmu telah memerintah- kan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepa- da keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.(Q.S.Al Isra’ : 23)
3. Perkataan da’wah
Da’wah ialah sebuah usaha untuk mengajak manusia berbuat kebaikan dan meninggalkan segala keburukan. Da’wah dapat dilakukan dengan perbuatan (da’wah bil hal), dapat juga dengan perkataan (da’wah bil lisan). Tugas da’wah yang mulia ini bukan hanya tugas para da’i, ustadz atau mubaligh saja, namun setiap individu muslim dapat berda’wah sesuai dengan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki masing-masing. Da’wah bukan hanya di masjid saja, akan tetapi da’wah dapat dilakukan di rumah, di sekolah, di kantor, di pasar bahkan juga di hotel-hotel berbintang atau di Lembaga Pemasyarakatan (LP). Mari kita singsingkan lengan baju dan bersatu dalam barisan da’wah untuk membumikan Al Quran, menghancurkan kezaliman, menegak- kan kebenaran dan mengembalikan kejayaan Islam. Alangkah indahnya apabila kita menjadi bagian dari insan-insan pecinta da’wah Islam ini. Dan kalau kita ingin dapat berbicara dengan benar, maka gunakanlah lisan kita untuk selalu berda’wah, karena itulah sebaik-baiknya perkataan.
MENSYUKURI HIDAYAH
Suatu ketika Nabi Muhammad saw memohon kepada Allah Swt agar pamannya ( Abu Thalib ) yang telah mengasuhnya sejak kecil yang selalu menolong dan melindungi dirinya dari gangguan orang – orang kafir Quraisy, diberikan hidayah oleh Allah swt untuk memeluk agama Islam. Namun permohonan Nabi dijawab oleh Allah swt dengan firman-Nya, yang artinya:
Artinya ; “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memeberi petunjuk kepada orang – orang yang kamu kasihi, tetapi Allahlah yang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, agar Allah lebih mengetahui orang – orang yang mau menerima petunjuk” ( QS.Al Qashash :56 )
Subhanallaah…. Patutlah kita bersyukur kepada Allah swt karena kita ( kaum muslimin ) yang tidak hidup bersama Nabi, tidak pernah menlihat dan menyaksikan kemu’jizatan Nabi, dipilih oleh Allah swt untuk mendapatkan hidayah dan meyakini Islam sabagai satu – satunya Diin ( agama ) yang benar dan memebawa keselamatan serta kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.
Hidayah merupakan intan termahal dan mutiara yang paling berharga yang harus kita jaga dengan sebaik-baiknya. Karena hidayah agama inilah seorang muslim dapat merasakan nikmatnya beribadah kepada Allah swt, nikmatnya shalat berjama’ah, bersedekah, menuntut ilmu dan nikmat dapat mencintai dan dicintai Allah, serta selalu bersemangat dalam mentadaburi Al Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Para ulama membagi hidayah Allah swt menjadi empat tingkatan, yaitu :
1. Hidayah berupa naluri ( garizah )
Potensi naluri pada diri manusia sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan potensi itulah manusia dapat memepertahankan hidupnya. Hal ini terutama terlihat pada bayi yang baru lahir. Pada saat bayi merasa lapar ia dianugerahi petunjuk Allah swt berupa kemampuan mengisap susu ibunya, dan ibunyapun diberi anugerah untuk memenuhi keinginan bayinya lalu menyusuinya.
- Hidayah berupa panca indera
Panca indera berupa mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium, lidah untuk mengecap dan kulit untuk meraba dan merasa, semuanya merupakan petunjuk Allah swt bagi makhluknya guna mencapai sesuatu dan memenuhi kebutuhanhidupnya. Kontak dengan dunia luar tidak mungkin dapat dilakukan dengan naluri, tetapi hanya dapat dilakukan dengan panca indera. Karena itu, panca indera merupakan hidayah yang lebih tinggi tingkatannya dari naluri.
- Hidayah berupa akal
Hidayah Allah swt dalam bentuk akal hanya dianugerahkan pada manusia, tidak kepada binatang. Fungsi akal terutama untuk membedakan yang baik dengan yang buruk sebelum syareat datang memeberikan penjelasan. Dengan akalnya manusia dapat membe- dakan antara yang baik dan yang buruk. Dengan akal manusia dapat sampai kepada kesimpulan bahwa Allah swt. itu ada dan manusia wajib patuh kepada perintah-perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Meskipun demikian kemampuan akal manusia sangat terbatas. Ia tidak dapat menjawab sekian banyak pertanyaan manusia, khususunya yang berkaitan dengan alam metafisika atau menyangkut kehidupan sesudah mati. Karenanya manusia membutuhkan hidayah dalam tingkatan yang lebih tinggi, yaitu hidayah agama.
4. Hidayah Agama
Hidayah agama merupakan hidyah tertinggi yang dianugerahkan Allah swt. kepada makhluk-Nya. Agama terutama berfungsi memberi jawaban menyangkut sekian banyak hal yang tak mampu dijawab akal, atau meluuskan beberapa kekeliruan yang dilakukan oleh akal. Dengan kata lain, agama berfungsi membimbing akal, agama diturunkan untuk memberi konfirmasi dan justifikasi terhadap pendapat akal.
Hidayah agama inilah yang membimbing manusia kepada jalan yang lurus, yaitu jalan Allah swt. yang mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada nur (cahaya iman), dari kemusyrikan kepada ketauhidan, dari permusuhan kepada persaudaraan dan dari kehinaan kepada kemuliaan.
Alangkah indahnya jika kita dapat istiqomah dalam hidayah agama ini, tidak terkotori dan terkontaminasi oleh bunga-bunga indahnya dunia yang membuat kita terlena dan lupa beribadah kepada Allah swt. serta terlindungi dari virus-virus syetan yang selalu mengajak kita untuk berbuat dosa dan maksiyat.
Oleh karenanya, mari kita senantiasa berdoa agar diberi istiqomah dalam hidayah dan tidak condong kepada kesesatan dan kemaksiyatan untuk selamanya.
(Mereka berdoa); “Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan kauniakanlah kepada kami rahmat dari Engkau, karena seseungguhnya Engkaulah Maha Pemberi karunia)”
(Q.S. Ali Imran : 8)
Rabu, 27 Juni 2007
AMANAH ORANGTUA TERHADAP ANAK
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar (Q.S. An Nisaa’ : 9)
Diantara amanah terbesar yang Allah swt. berikan, ialah anak –anak yang ada pada keluarga kita masing-masing. Dalam pandangan Islam, anak bukan hanya sebagai karunia dan nikmat, yang dapat memberi kebahagiaan dan kesejukan hati untuk kedua orang tuanya, namun anak juga merupakan amanah/titipan dari Allah swt. yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya.
Setiap orang tua memiliki tanggung jawab yang besar terhadap anak-anaknya, bukan hanya harus memenuhi segala kebutuan dasar (pokok) materi mereka, tetapi juga menyangkut masalah kesehatan, pendidikan, penerapan nilai-nilai keagamaan,. serta memberikan contoh keteladanan dalam kehidupan sehari-hari.
Anak adalah rezeki dari Allah swt. untuk kedua orang tuanya. Seti ap anak yang lahir ke dunia ini sudah disiapkan rezekinya oleh Allah swt. Mulai dari dalam kandungan (rahim), Allah swt. memberikan makanan dan minuman melalui tali plasenta ibunya, setelah mereka lahir, Allah swt. sudah siapkan dengan ASI (air susu ibu) yang sehat, higinis dan memiliki daya imun yang kuat terhadap virus-virus yang masuk ke dalam tubuhnya. Setelah anak-anak sudah memulai memakan makanan selain ASI, maka Allah swt.pun menumbuhkan gigi-gigi mereka, agar dapat mengunyah makanan dengan lembut dan mudah dicerna oleh usus-usus dalam perutnya.
Oleh karenanya, wahai orang tua yang budiman, janganlah takut menjadi miskin, jika kita diberi anak oleh Allah swt., karena pasti Allah swt. akan menyertainya dengan rezeki yang berkah. Jika diibaratkan, ketika kita titip sepeda motor di tempat penitipan, saat kita hendak melanjutkan perja- lanan ke tempat bekerja, atau di pasar-pasar, maka kita akan memberikan uang titipan motor kepada orang yang menjaganya. Maka demikian pula halnya dengan anak yang Allah swt. titipkan, pasti Allah swt. akan mem bayar / memberi rezeki kepada kita, sebagai orang tua yang menjaganya, asalkan kita selalu berikhtiar/berusaha dan berdo’a kepada-Nya.
Jika kita perhatikan firman Allah swt. pada surat An Nisaa’ ayat 9 di atas, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh para orang tua, yaitu:
1. Tidak meninggalkan generasi yang lemah
Suatu hal yang ditakutkan oleh Allah swt. terhadap orang tua, ialah apabila mereka memiliki anak-anak yang lemah, yang nantinya akan ber- pengaruh terhadap kesejahteraan hidupnya. Lemah yang dimaksud disini dapat berupa lemah iman, lemah akhlaq dan moral, lemah ekonomi, lemah fisik/jasmani serta lemah ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar hal ini tidak terjadi, maka orang tua hendaknya lebih memperhatikan pendidikan mereka, baik pendidikan di rumah, di sekolah, maupun di lingkungan sekitar. Karena dengan pendidikan yang baik, berkualitas dan memiliki muatan agamis, se- mua kekhawatiran yang ditakutkan dapat dihindari.
Terlebih lagi, pendidikan agama bagi mereka. Sejak usia dini perkenalkan anak-anak kita kepada agama Islam, ajak mereka shalat berjama’ah ke masjid, biasakan membaca Al Quran bersama di rumah, serta berikan me- reka keteladanan /uswah yang terbaik. Hendaknya kita memasukkan anak-anak kita ke tempat-tempat pengkajian Alquran (TPA), dan jika mereka sudah berusia remaja dan dewasa hendaknya diikut sertakan dalam kegiatan- kegiatan keagamaan di sekolah-sekolah (melalui ROHIS), dimasjid-masjid dan mushalla. Karena kalau kita menginginkan memiliki anak-anak yang saleh dan salehah, hanya dengan mengandalkan 2 jam pelajaran agama dalam seminggu di sekolah-sekolah umum, maka hal ini akan jauh dari harapan.
Perhatikan firman Allah swt. dalam surat At Tahrim ayat 6 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”
2. Perintah untuk bertakwa
Setelah kita diingatkan oleh Allah swt. untuk selalu memperhatikan anak-anak agar jangan sampai mereka menjadi generasi yang lemah, maka Allah swt. kembali mengingatkan kita untuk selalu bertakwa kepada-Nya.
Kenapa harus bertakwa ? Karena takwa merupakan kunci kesuksesan hidup seorang muslim disisi Allah swt. Jika dikaitkan dengan surat An-Nisaa’ ayat9 di atas, takwa di sini mengandung dua pengertian. Pertama, bahwa jangan sampai untuk mementingkan kesejahteraan anak-anak, dan dalam mencari rezeki kita menggunakan segala cara, termasuk cara yang diharamkan oleh Allah swt.
Kedua, tugas dan kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya meru- pakan hal yang sangat berat, sehingga kita membutuhkan pertolongan dan kemudahan. Dan ternyata kemudahan dan pertolongan yang kita cari terse- but, terdapat pada ketakwaan yang kita miliki. Semakin kita dekat dan bertakwa kepada Allah, maka pertolongan-Nya akan cepat datang. Namun semakin jauh dan berkurang ketakwaan kita kepada-Nya, maka pertolongan Allah pun akan lambat datang kepada kita. Bukankah Allah swt. telah berjanji dalam Alquran, bahwa “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah nis- caya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberi rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”?
(Q.S. Ath-Thalaq : 2-4). Janji Allah swt. ini pasti mutlak kebenarannya.
Kalau sekiranya selama ini belum terwujud, maka kita hendaknya berintros peksi diri, mungkin kita belum sebenar-benarnya bertakwa kepada Allah.
3. Mengucapkan perkataan yang benar
Dalam usaha membentuk generasi yang saleh dan salehah, faktor dominan yang harus nampak ialah faktor keteladanan dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Baik itu dari kedua orang tuanya, kakak atau adik, tetangga, juga teman sepermainan di rumah dan di sekolah.
Sering terjadi di sekitar kita, ada anak-anak kecil yang mengucapkan perkataan-perkataan yang tidak baik dan sopan. Hal ini terjadi karena mereka suka mendengar dari orang-orang dewasa yang ada di lingkungan mereka, bahkan terkadang mereka mendengar dari mulut orang tua mereka sendiri. Oleh karena itu, sebagai orang tua hendaknya kita berhati-hati dalam berbicara. Mari selalu mengucapkan perkataan yang benar, yaitu perkataan yang mengandung manfaat kebajikan, perkataan yang tidak menyakiti hati dan perasaan orang lain, serta perkataan yang mengandung ajakan da’wah atau tausiyah mengajak orang lain melakukan kebenaran dan menghiasi diri dengan kesabaran. Sekali lagi anak adalah amanah. Bagi orang tua, anak adalah permata hati yang tidak ternilai harganya. Dalam bahasa agama, anak adalah qurrata a`yuun, penyedap mata, dan tentunya penenteram jiwa buat kedua orang tuanya. Merupakan kebahagian tersendiri bagi orang tua yang memiliki anak saleh dan taat padanya.